Rahmad Maulidar

Rahmad Maulidar
Tgk. Rahmad Maulidar, S.Pd.I

Rabu, 21 September 2016

MAKALAH : Hadits Dha'if

BAB I
PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang
Hadits mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembinaan hukum Islam, sebab disamping berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat yang masih samar dan global dalam al Qur’an Hadits berfungsi menetapkan hukum (Bayan Syar’i) terhadap suatu perkara yang belum ada dalam al qur’an.
Besarnya peranan Hadits ini harus disertai dengan kecermatan dalam memilah dan memilih Hadits yang benar-benar dari Rasulullah. Sebab suatu hadits yang diragukan berasal dari Nabi maka akan sulit dipertanggung jawabkan untuk dijadikan sebagai sumber hukum kedua setelah al qur’an. Maka jika tersebarnya hadits-hadits semacam itu dapat menimbulkan dampak negatif yang luar biasa. Di makalah ini akan dibahas mangenai Hadits dhaif yang tidak mempunyai legitimasi yang kuat dibanding Hadits shahih dan hasan. Bahkan sebagian ulama ada yang melarang Hadits ini dijadikan sumber hukum. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1)      Apakah pengertian Hadits Dhaif dan bagaimana klasifikasi Hadits Dhaif?
2)      Apa saja macam-macam Hadits dhaif yang disebabkan gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau matan ?
3)      Bagaimana silsilah Hadits Dhaif ?

C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk menjawab dari pertanyaan:
1)      Pengertian Hadits Dhaif dan klasifikasi Hadits Dhaif !
2)      Macam-macam Hadits Dhaif yang disebabkan gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau matan !
3)      Silsilah dari Hadits Dhaif !



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Haditst Dhaif
Hadits Dhaif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dhaif ini akan tetapi pada dasarnya, isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan.
2.      Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shahih atau yang hasan)
3.      Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas, bahwa Hadits dhaif adalah  hadits yang salah satu syaratnya hilang.
Para ulama’ memberikan batasan bagi hadits dhaif yaitu :
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و لا صفات الحديث
Hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits.
Adapun menurut Muhaditsin, mendefinisikan:
هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول. وقال اكثر العلماء هو ما لم  يجمع صفتالصحيح و الحسن.
Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih dan hasan.
Adapun pengertian lain yaitu:
مَافَقِدَ شَرْطاً مِنْ شُرُوْطِ الْحَدِيْثِ الْمَقْبُوْلِ
Hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima).
 Adapun syarat-syarat hadits maqbul ada enam, yaitu:
1.      Rawinya adil
2.      Rawinya dhabith, meskipun tidak sempurna.
3.      Sanadnya bersambung.
4.      Padanya tidak terdapat suatu kerancuan.
5.      Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak.
Pada saat dibutuhkan, hadits yang bersangkutan menguntungkan (tidak mencelakakan). Demikian, al-Biqa’i dan al-Suyuthi serta yang lainnya menghitung syarat-syarat diterimanya hadits tersebut. Akan tetapi sehubungan dengan kriteria yang kedua mereka tidak menambahkan kata-kata “meskipun tidak sempurna”. Ini adalah suatu masalah, sebab bila seorang rawi tidak sempurna ke-dhabith-annya, maka haditsnya adalah hadits hasan, bukan dha’if. Oleh karena itu ungkapan untuk kriteria yang kedua ini adalah dengan “menambahkan kata-kata “meskipun tidak sempurna”.
Alasan pemberian predikat dha’if kepada hadits yang tidak memenuhi salah satu syarat diterimanya sebuah hadits adalah apabila pada suatu hadits telah terpenuhi syarat-syarat di atas, maka hal itu menunjukan bahwa hadits tersebut telah diriwayatkan sesuai dengan keadaan semula; dan sebaliknya bila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada yang menunjukan demikian.
B.     Klasifikasi Hadits Dhaif
Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadist dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan dari jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadits dari jurusan sanad adalah:
1.      Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun tentang kedhabitannya.
2.      Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seseorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu: Dusta, Tertuduh dusta, Fasik, Banyak salah, Lengah dalam menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham, Tidak diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik hafalannya.
1.      Klasifikasi Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Pada Keadilannya dan Kedhabitan Rawi
a.       Hadits Maudhu’
هو المختلع المصنوع المنسوب الي رسول الله ص م زورا وبهتان سواء كان ذالك عمدا امخطآ.
Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara palsu dan dusta, baik di sengaja maupun tidak. Ciri-ciri hadis maudhu’ terdapat pada sanad dan matan hadis.
Ciri-ciri pada sanad hadis yaitu, adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qarinah yang memperkuat adanya pengakuan dari si pembuat hadis maudhu’, qarinah yang berpautan dengan tingkah laku.
Adapun ciri pada matan hadis ditinjau dari segi lafadz dan ma’na. Dari segi lafadz yaitu, bila susunan kalimatnya tidak baik dan tidak fasih. Sedangkan dari segi ma’na yaitu, ketika hadis bertentangan dengan Alquran, hadis mutawattir, ijma’, dan logika yang sehat.
Para Muhaddistin mengumpulkan hadis maudhu’ dalam sejumlah karya, di antaranya :
·         Al-Maudhu’at, karya Ibn Al-Jauzi
·         Al-La’ali Al-Mashnu’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Hadist As-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu ‘iraq Al’Kittani
·         Silsilah Al-Hadist Adh-Dha’ifah, karya Al-Albani.
b.      Hadits Matruk
Hadis Matruk adalah;
هو الحديث الذي في اسناده راو متهم بالكذب.
Hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
c.       Hadits Mungkar
Yaitu hadis yang sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahanya, banyak kelengahan dan tampak kefasikanya. Lawanya dinamakan Ma’ruf.
d.      Hadits Syadzdz
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul (menyalahi riwayat yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya yang lebih banyak atau daya hapalnya yang lebih tinggi).
2.      Klasifikasi Hadits Berdasarkan Gugurnya Rawi
a.       Hadits Mu’allaq
Hadis yang kelihatanya tidak mengandung cacat, tapi setelah diteliti ternyata mengandung cacat (sanad, matan, atau keduanya)
b.      Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa mu’dhal berarti sesuatu yang di buat lemah atau lebih. Adapun menurut istilah Muhadditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.
c.       Hadits Mursal
Menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang mempunyai arti “yang dilepaskan”. Sedangkan menurut istilahnya adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabi’in. Baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil.
Ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan, hadis mursal terbagi menjadi mursal jail, mursalshahabi, dan mursal khafi.
1)   Mursal Khafi, pengguguran yang dilakukan oleh para tabi’in jelas sekali, bahwa orang yang menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan.
2)   Mursal Shahabi, pemberitaan sahabat yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak mendengar atau menyaksikan sendiri. Karena ketika Rasulullah hidup, ia masih kecil tau sebagai orang yang terakhir masuk islam.
3)   Mursal Khafi, diriwayatkan oleh tabi’in, di mana tabi’in tersebut hidup pada zaman sahabat, tetapi tidak pernah mendengar satu hadis pun dari sahabat.
d.      Hadits Munqathi
Adalah hadis yang sanadnya terdapat salah seorang yang digugurkan, baik di ujung maupun di pangkal.
Macam-macam munqothi’ sebagai berikut :
1)   Inqitho’ dilakukan dengan jelas. Bahwa si rawi meriwayatkan hadis dapat diketahui tidak sezaman dengan guru yang memberikan hadis padanya tadi.
2)   Inqitha’ dilakukan dengan samar-samar. Hanya dapat diketahaui oleh orang-orang yang  mempunyai keahlian saja.
3)   Diketahui dari pihak lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam hadis riwayat orang lain.
e.       Hadits Mudhallas
Hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis tidak bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkanya disebut mudallas, dan perbuatanya disebut tadlis.
 3.                   Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Rawi
a.            Hadits Marfu’
Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir (penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum (disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).
 Dari definisi di atas, jelaslah bahwa hadits marfu’ ada 8 macam, yaitu : berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat. Masing-masing dari yang empat macam ini mempunyai bagian lagi, yaitu : marfu’ secara tashrih (tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.
b.            Hadits Mauquf
Mauquf menurut bahasa berasal dari kata waqf yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadis pada sahabat. Mauquf menurut pengertian istilah ulama hadis adalah:
مَا اُضِيْفَ إِلَي الصَحَابِيْ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ أَوْ نَحْوٍ مُتَّصِلًا كَانَ مُنْقَطِعًا
Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik bersambung sanadnya maupun terputus.”
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat atau segolongan sahabat, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya maupun terputus disebut dengan hadis mauquf. Sandaran hadis ini hanya sampai kepada sahabat, tidak sampai kepada Rasulullah saw.
c.       Hadits Maqthu’
Menurut bahasa kata maqthu’ berasal dari akar kata ( قَطْعًا يُقَطِّعُ قَطَّعَ ) yang berarti terpotong atau teputus, lawan dari maushul yang berarti bersambung. Kata terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada Rasulullah saw, hanya sampai kepada tabi’in saja.
Menurut istilah hadis maqthu‟ adalah
مَا اُضِيْفَ إِلَيالتابعي أو من دونه من قول أو فعل
Sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi‟in dan orang setelahnya daripada Tabi’in kemudian orang-orang setelah mereka, baik berupa perkataan atau perbuatan dan sesamanya.
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada tabi‟in atau orang setelahnya, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya maupun terputus disebut dengan hadis maqthu’.

C.    Silsilah Haditst Dhaif
Hadits 1.
Yang artinya: “penduduk Syam adalah cambuk Allah di bumi-Nya. Allah akan membalas kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya dengan mereka. Haram bagi kaum munafik untuk menggungguli kaum mukmin dan mereka tidak akan mati kecuali dengan kesedihan dan kesengsaraan”.
Hadits tersebut dha’if. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kalir dari dua sanad, yaitu al-Mu’jam bin Muslim dari Muhammad lain Ayyub. Memang sanadnya terlihat shahih. Barangkali karena itulah syekhul islam Ibnu Thamiyah dengan berdasarkan riwayat tersebut menjadikan “keutamaan negeri Syam” sebagai bab tersendiri dalam gurunnya, namun hakikatnya tidaklah demikian dikarenakan dua sebab:
1.      Riwayat ‘An ‘Anah (yakni menggunakan lafadz ‘An fullan ‘An fullan).
2.      Sanad terhenti, yaitu telah diriwayatkan dengan sanad yang mauquf oleh Haitsam bin Khatijah, ia berkata “riwayat ini sanadnya terhenti sampai kepada Khatijah”
Hadits 2.
Yang artinya: “barang siapa yang melahap madu tiga hari setiap bulan pada pagi hari, maka ia tidak akan tertimpa mushibah besar
Hadits dha’if. Telah diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam at-Tarikh (11/55), Ibnu Majad (11/343), ad-Daulabbi (1/185), al-Aqaili dalam kitab adh-Dhuha (hlm.248) dan yang lainnya, dengan sanad dari Said bin Zakaria, dari Zubair bin Said al-Hasyimi, dari Abd. Hamid bin Salim, dari Abu Hurairah r.a.. kemudian al-Uqaili berkata, “imam Bukhari telah menyatakan bahwa Abd. Hamid bin Salim tidak terbukti bertemu dan mendengar lansung dari Abu Hurairah r.a.
Dengan demikian, saya berpendapat bahwa ia majhul, begitu pula yang ditegaskan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Tagrib, dengan menambahkan bahwa Zubair bin Said juga termasuk deretan perawi sanad yang lunak (yakni tidak menatap) dalam meriwayatkan hadits-haditsnya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih dan hasan.
Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu: Dusta, Tertuduh dusta, Fasik, Banyak salah, Lengah dalam menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham, Tidak diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik hafalannya.
Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan cacat pada keadilannya dan kedhabitan rawi itu dapat dibagikan atas hadits maudhu’, hadits matruk, hadits mungkar, dan hadits syadzdz. Kemudian klasifikasi hadits berdasarkan gugurnya rawi dapat dibagikan atas hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits mursal, hadits munqathi, dan hadits mudhallas. Selanjutnya klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi terdiri atas hadits marfu’, hadits mauquf, dan hadits maqthu’.

B.     Saran
Adapun makalah kami ini adalah makalah hasil pemikiran sendiri, yang didasari dari refrensi-refrensi yang kami dapatkan baik dari buku diperpustakaan maupun pengetahuan dari online. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dari makalah kami ini, kami berharap kritik/saran dan masukan dari pembaca, guna untuk mewujudkan perubahan kelebih baik di kemudian harinya. Terimakasih..



DAFTAR PUSTAKA

Agus Solihin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008

Bani (al), Muhammad Nashiruddin, Silsilah Hadits Dha`if dan Maudhu’, Jakarta: Gema Insani Press, 2012.

Maliki (al), Muhammad Alawy, al-Manha al-Lathif fi Usul al-Hadith al-Sharfi, Terj. Adnan Qahar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Muhammad Ahmad, Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.

http://rahmadmaulidar1001ilmu.blogspot.co.id/2015/12/makalah-hadits-dhaif.html


http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

1 komentar:

  1. Assalamualaikum kk,izin copas makalah nya buat presentasi (diskusi)🙏

    BalasHapus