BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Usia lahir
sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa
kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar bagi
kemampuan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan
nilai-nilai agama. Sehingga upaya pengembangan seleuruh potensi anak usia dini
harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Hal tersebut
merupakan hak bagi anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun
2002 tentang perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk
hidup, tumbuh, berkembang dan berprestasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Salah satu implementasi dari hak tersebut, setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka guru/tutor sebagai ujung tombak pendidikan anak
usia dini harus mampu mengembangkan pendekatan, model dan metode pembelajaran
yang mampu mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, baik perkembangan
intelektual, fisik, maupun perkembangan mental-emosionalnya. Dalam hal ini,
pemilihan dan penyusunan model dan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran dan sarana belajar yang tersedia.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis mengkaji berbagai metode pembelajaran yang sesuai
untuk pendidikan anak usia dini. Metode-metode tersebut kemudian dianalisis
baik kelebihan maupun kelemahannya, sehingga dapat diperoleh mana metode yang
sesuai dengan pendidikan anak usia dini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasatkan
uraian di atas, maka yang menjadi rumusan malah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang penggunaan
pembelajaran di pendidikan anak usia dini?
2. Metode-metode pembelajaran apa saja yang
biasa dilakukan dalam pembelajaran anak usia dini?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan
pembahasan dari makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui bagaimana latar belakang penggunaan pembelajaran di pendidikan anak
usia dini?
2.
Untuk
mengetahui metode-metode pembelajaran apa saja yang biasa dilakukan
dalam pembelajaran anak usia dini?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penegrtian, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Anak Usia
Dini
1.
Penegrtian
Pembelajaran
anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang
dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan.
Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Hal ini
disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak akan
memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung
dengan lancar.
Menurut
Vigotsky berpendapat bahan pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang
penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi
pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Disisi lain Greeberg menyatakan bahwa
pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja, bermain dan
hidup bersama dengan lingkungannya.
2.
Tujuan
Secara umum
pendidikan anak usia dini dimaksudkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan norma-norma dan
nilai-nilai kehidupan yang dianut. Melalui pendidikan prasekolah anak di
harapkan dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya antara lain
agama, intelektual, sosial, emosi, dan fisik. Juga memiliki dasar-dasar aqidah
yang harus sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, memiliki
kebiasaan-kebiasaan perilaku yang diharapkan. Selain itu anak diharapkan
menguasai sejumlah pengetahuan dan keteramilan dasar sesuai dengan kebutuhan
dan tingkat perkembangan positif.
3.
Fungsi
Sesuai dengan
rumusan tujuan di atas, dapat dikemukakan bahwa secara garus besar terdapat
lima fungsi utama pendidikan prasekolah, yakni:
1. Fungsi pengembangan potensi
2. Fungsi penanaman dasar-dasar aqidah dan
keimanan
3. Fungsi pembentukan dan pembiasaan
prilaku yang diharapkan.
4. Fungsi pengembangan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan.
5. Fungsi pengembangan motivasi dan sikap
belajar yang positif.
Lima fungsi
pendidikan prasekolah tersebut sebenarnya susah untuk dipisahkan satu sama lain
karena semuanya merupakan sesuatu yang saling terjalin dan bersifat terpadu
dalam perwujudannya. Namun untuk kepentingan penjelasan, lima fungsi pendidikan
prasekolah tersebut perlu dinyatakan secara ekplisit agar para pendidi atau
guru prasekolah tidak melupakan atau mengabaikan salah satu di antaranya.
B.
Konsep Dasar Pembelajaran Anak Usia Dini
Konsep dasar pembelajaran anak usia
dini pada hakikatnya anak belajar melalui bermain, oleh karena itu pembelajaran
pada pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain sambil belajar, artinya
anak belajar melalui cara-cara yang menyenangkan, aktif dan bebas. Bebas
artinya tidak didasarkan pada perintah atau target orang lain serta memiliki
keleluasaan kapan mulai dan kapan berakhir. Sesuai dengan karakteristik anak
usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai ekplorasi terhadap
lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian dari proses
pembelajaran.
Pembelajaran
diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan yang dimiliki
seperti kemampuan berbahasa, sosio-emosional, motorik dan intelektual. Untuk
itu pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar anak merasa tidak
terbebani dalam mencapai tugas perkembangnya. Agar suasana belajar tidak
memberikan beban dan membosankan anak, suasana belajar perlu dibuat secara
alami, hangat dan menyenangkan. Aktivitas bermain yang memberi kesempatan
kepada anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungannya merupakan hal
yang diutamakan. Selain itu, karena anak merupakan individu yang unik dan
sangat variatif, maka unsur variasi individu dan minat anak juga perlu
diperhatikan.
Dalam kegiatan
pembelajaran, anak adalah sebagai subjek dan bukan sebagai objek dalam kegiatan
pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan
belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran
tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk
mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik,
tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif tetapi pikiran
dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak
tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak
merasakan perubahan di dalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya adalah
perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan
aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk
kategori belajar.
Akibat jika
pembelajaran anak usia dini tidak sesuai dengan prisnip “belajar melalui
bermain” maka anak akan mengalami tahab perkembangan yang kurang optimal, yang
berakibat anak akan memiliki sikap cenderung bermusuhan. Proses pembelajaran
yang akan dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut
:
a.
Berangkat
dari yang dimiliki anak.
Setiap anak membawa
segala pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman
barunya. Jika suatu pengalaman belajar tidak memberikan kesempatan kepada anak
untuk menciptakan pengetahuan baru, maka pembelajaran itu akan membosankan.
Pengalaman belajar hendaknya mengandung sebagian unsur yang sudah dikenal oleh
anak dan sebagian lainnya merupakan pengalaman yang baru.
b.
Belajar
harus menantang pemahaman anak.
Untuk memastikan
terjadinya pengembangan pada anak, aktivitas pembelajaran yang dirancang harus
menantang anak untuk mengembangkan pemahaman sesuai dengan apa yang dialaminya.
Bila anak mampu menyelesaikan tantangan pertama, maka anak diberikan tantangan
berikutnya yang lebih sulit dari pertama. Jika anak tidak dirangsang dengan
tantangan berikutnya, maka selain anak bosan akan menyebabkan pemahaman anak
tidak akan berkembang dengan optimal.
c.
Belajar
dilakukan sambil bermain.
Belajar melalui bermain
dapat memberi kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekpresi-
kan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Bermain juga dapat
membantu anak mengenal diri sendiri, dengan siapa ia hidup, dan dilingkungan
mana ia hidup. Bermain merupakan sarana belajar, muncul dari dalam diri anak,
bebas dan terbebas dari aturan yang mengikat, aktivitas nyata atau
sesungguhnya, berfokus pada proses daripada hasil, harus didominasi oleh
pemain, serta melibatkan peran aktif dari pemain.
d.
Menggunakan
alam sebagai sarana pembelajaran.
Alam merupakan sarana
yang tak terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan berinteraksi dalam membangun
pengetahuannya. Robin Dranath Tagore menggunakan model pembelajarannya hampir
90 % kegiatannya dilakukan dengan berinteraksi dengan alam. Anak diajarkan
dapat membangun ikatan emosional di antara teman-temannya, menciptakan
kesenangan belajar, menjalin hubungan serta mempengaruhi memori dan ingatan
yang cukup lama akan bahan-bahan yang dipelajari.
e.
Belajar
dilakukan melalui sensorinya.
Anak memperoleh
pengetahuan melalui sensori atau inderawinya yaitu: peraba, pencium, pendengar,
penglihat dan perasa. Setiap sensori anak akan merespon stimulan atau
rangsangan yang diterima. Oleh karenanya pembelajaran hendaknya memberikan
stimulasi yang dapat merangsang setiap sensori yang dimiliki anak.
f.
Belajar
membekali keterampilan hidup.
Belajar harus dapat
membekali anak untuk memiliki keterampilan hidup (lifeskill) sesuai dengan
kemampuan anak, dengan demikian anak diajarkan untuk memiliki kemandirian dan
rasa tanggungjawab terhadap dirinya. Misalnya mampu memakai sepatu, menyisir
rambut, makan dan minum sendiri, dan sebagainya.
g.
Belajar
sambil melakukan.
Student Avtive learning
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang diilhami oleh John Dewey (learning
by doing) dan diteruskan oleh Killpatrik dengan pengajaran proyek. Pembelajaran
proyek sangat memberikan kesempatan pada anak untuk aktif, mau bekerja dan
secara produktif menemukan berbagai pengetahuan baru.
C. Model Pembelajaran Anak Usia Dini
Dasar penyusunan
model pembelajaran anak usia dini adalah silabus yang dikembangkan menjadi:
program semester, satuan kegiatan mingguan, satuan kegiatan harian. Oleh karena
itu model pembelajaran merupakan gambaran konkrit yang dilakukan pendidik dan
peserta didik sesuai RKH yang telah dibuat.
Beberapa model
pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD:
1.
Model Pembelajaran Klasikal
Adalah
suatu pembelajaran dimana dalam waktu yang sama, kegiatan dilakukan oleh
seluruh anak sama dalam satu kelas. Pembelajaran ini merupakan model yang
paling awal digunakan di TK. Sarana pembelajaran terbatas dan kurang
memperhatikan minat anak secara individu.
2.
Model Pembelajaran Berdasarkan Kelompok dengan
Kegiatan Pengamanan
Dalam
pembelajaran ini anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok
melakukan kegiatan yang berbeda-beda. dalam satu pertemuan anak harus
menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dan secara bergantian. Bila ada anak yang sudah
menyelesaikan tugas lebih cepat, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan
lain di kelompok yang tersedia tempat. Kalau tidak ada tempat anak dapat bermain
di kegiatan pengaman. Kegiatan pengaman disediakan alat-alat yang bervariasi,
sering diganti sesuai dengan tema / sub tema.
3.
Model pembelajaran berdasarkan sudut
Langkah-langkah
pembelajaran hampir sama dengan model area, hanya sudut-sudut kegiatan merupakan
pusat kegiatan. Alat-alat kegiatan yang disediakan lebih bervariasi, sering
diganti sesuai dengan tema dan sub tema.
4.
Model pembelajaran berdasarkan area Model
Pembelajaran
ini lebih memberikan kesempatan kepada anak dalam memilih / menentukan kegiatan
sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran ini untuk memenuhi kebutuhan anak
dan menghormati keberagaman budaya serta menekankan pada pengalaman belajar
bagi setiap anak.
5.
Model pembelajaran berdasarkan sentra
Pembelajaran
sentra dilakukan secara tuntas mulai awal kegiatan sampai akhir dan fokus pada
satu kelompok usia PAUD dalam satu kegiatan di satu sentra kegiatan Setiap
sentra mendukung perkembangan anak dalam tiga jenis bermain: bermain sensori
motor/fungsional, bermain peran, bermain konstruktif (membangun pemikiran
anak).
Bermain
sensorimotor adalah permainan menangkap rangsangan melalui penginderaan dan
menghasilkan gerakan sebagai reaksi. Anak belajar melalui pancaindera dan
hubungan fisik dengan lingkungan mereka. Misal : menakar air, meremas kertas
bekas, menggunting, dan lain-lain.
Bermain
peran :bermain peran makro (besar), bermain peran mikro (kecil), bermain
simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi (bermain drama), bermain dengan benda
untuk membantu menghadirkan konsep yang telah dimiliki.
Bermain
konstruktif : menunjukkan pemikiran, ide dan gagasan menjadi karya nyata.
Bermain konstruktif sifat cair (air, pasir, spidol dan lain-lain). Sedangkan bermain
konstruktif (balok-balok, lego, dan lain-lain).
6.
Model pembelajaran berdasarkan sentra
Sentra bermain terdiri
dari :
a. Sentra bahan alam dan sains.
Bahan-bahan yang
diperlukan disentra ini adalah daun, ranting, kayu, pasir, air, batu,
biji-bijian, dan lain-lain. Alat yang digunkan diantaranya sekop, corong,
ember, dan lain-laian
b. Sentra balok
Sentra balok berisi
berbagai macam balok dalam berbagai bentuk, ukuran, warna, dan tektur.
c. Sentra seni
Bahan-bahan yang
diperlukan diarea ini adalah kertas, cat air, krayon, spidol, gunting, kapur,
tanah liat, pasir, lilin, kain, daun, potongan-potongan bahan/gambar.
d. Sentra bermain peran.
Sentra bermain peran
terdiri dari, sentra bermain peran makro dapat menggunakan anak sebagai model.
Sentra bermain peran mikro misalnya, menggunakan boneka maket meja kursi,
rumah-rumahan dan sebagainya..
e. sentra persiapan.
Bahan yang ada pada
sentra ini adalah, buku-buku, kartu kata, kartu huruf, kartu angka dan
bahan-bahan untuk kegiatan menyimak, bercakap-cakap dan persiapan menulis,
berhitung.
f. sentra agama.
Bahan-bahan yang
disiapkan adalah maket tempat ibadah, perlengkapan ibadah, gambar-gambar,
buku-buku cerita keagamaan dan sebagainya.
g. sentra musik.
Bahan yang dibutuhkan
pada sentra musik, misalnya: botol beling/kaca, tempurung kelapa, rebana, tutup
botol, triangle dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak usia dini adalah anak yang baru
dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak.
2. Terdapat beberapa metode yang biasanya
diterapkan pada anak usia dini, antara lain : bermain, bercerita, bernyanyi,
bercakap ( dialog dengan tanya jawab ), karya wisata, praktik langsung, bermain
peran ( sosio-drama ), penugasan dan metode lainnya yang dianggap mampu
mendorong pembelajaran anak usia dini sehingga mencapai tujuan pembelajaran.
3. Tidak satupun metode pembelajaran yang
lebih unggul daripada yang lainnya. Semua metode baik asal sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai dan ketersediaan sarana belajar anak.
B. Saran
Adapun makalah kami ini adalah
makalah hasil pemikiran sendiri, yang didasari dari refrensi-refrensi yang kami
dapatkan baik dari buku diperpustakaan maupun pengetahuan dari online. Jika
terdapat kesalahan dan kekurangan dari makalah kami ini, kami berharap
kritik/saran dan masukan dari pembaca, guna untuk mewujudkan perubahan kelebih
baik di kemudian harinya. Terimakasih..
untuk file Presentasi Power Point dapat di download di:
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Ruslan. 2007. Pendidikan usia Dini yang Baik, Landasan
Keberhasilan Pendidikan Masa Depan. Darul ma’arif:Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2007. Undang-undang No.20 Tahun 2009
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas:Jakarta.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Depdiknas. 2007. Kerangka Dasar
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jakarta:
Jakarta.
Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah dan Pemuda. 2002. Acuan Menu
Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran Generik). Depdiknas:Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar